Senin, 26 April 2010

Panggilan Hidup cs. Teman Hidup


“Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”  (II Korintus 6:14)
Tema Jumatan ini memang sangat pas untuk anak muda. Inilah masalah yang seringkali muncul pada benak anak-anak muda karena keduanya berhubungan dengan masa depan. Bila panggilan hidup dan teman hidup ternyata memiliki hubungan, manakah yang harus kita persiapkan terlebih dahulu? Apakah kita harus mencari dahulu teman hidup kita dan bertumbuh bersama untuk mendapatkan panggilan hidup? Ataukah kita harus mencari dulu masing-masing panggilan hidup kita, baru mencari pasangan hidup kita yang sepanggilan dengan kita?
Ternyata seharusnya kita mencari dahulu panggilan hidup kita, baru memikirkan tentang pasangan hidup. Namun, pada prakteknya yang terjadi adalah kita cenderung mencari dahulu teman hidup, baru memikirkan tentang panggilan hidup kita.
Pada awalnya konsep teman hidup sendiri diawali karena Tuhan melihat manusia pertama hanya seorang diri, maka Allah memberikan pasangan yang sepadan.  Lalu, apakah jodoh itu di tangan Tuhan? Ternyata bukan bergitu. Ini adalah kebebasan yang Allah berikan pada kita untuk memilih, selain pasangan, hidup kita nanti pun dapat kita pilih. Maka, kita janganlah salah pilih. Agar tidak salah pilih pun, kita harus memiliki dasar akan firman Tuhan yang kuat dan harus didasari takut akan Tuhan.
Kita harus ingat, dalam diri seseorang ada 2 hal:
·         Hal yang tidak dapat kita ubah [harus kita terima dengan ucapan syukur dengan apa adanya sebagai pasangan]
·         Hal yang bisa kita ubah dari diri pasangan kita
Kemudian, maksud terang tidak sama dengan gelap dalam ayat ini adalah menerangi kegelapan, bukan berkompromi dengan kegelapan. Terang tidak dapat bersatu dengan kegelapan. Itulah sebabnya Tuhan memberikan kepada kita pasangan yang sepadan. Sepadan berarti seimbang, tidak lebih tinggi maupun lebih rendah dari kita. Dalam mencari teman hidup sendiri, ada 2 kesepadanan yang dapat kita lihat:
·         Sepadan dalam iman kepercayaan
Apakah pasangan kita memiliki Allah yang sama dengan yang kita sembah, dan apakah pasangan kita mengasihi TuhanNya? Itulah hal yang dapat kita lihat sebagai evaluasi apakah seseorang memiliki kesepadanan dalam hal kepercayaan dengan kita.
·         Sepadan dalam hal kedewasaan
Jangan sampai dalam suatu hubungan salah satu pihak memiliki keegoisan yang tinggi/ dapat dikatakan tidak dewasa. Namun, kedewasaan bukanlah dilihat dari usia saja. Kedewasaan dapat dilihat dari cara orang tersebut menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dalam hidupnya.
Selamat berjuang mencari panggilan hidupmu, dan temukan teman hidup yang ‘sepadan’ serta berkenan di mata Allah.

Kamis, 22 April 2010

Senin, 12 April 2010

Paskah Kita

Hai teman-teman PMK ITB! Walaupun Paskah sudah lewat, tapi semangatnya masih ada di dalam hati kita, 'kan? Tanggal 23 April 2010, di Aula Barat, kami panitia Paskah PMK 2010 akan berusaha menjembatani pembangunan hubungan kita dengan Kristus. Ayat tema Paskah tahun ini diambil dari Filipi 3:10-11.


Oh, dan buat yang tertarik buat kirim du-du (itu lho, yang kolom salam--dari dan untuk) di Sangkakala edisi Paskah ini, hubungi Jessica di 08174169635. Murah kok, cuma Rp 1000/100 karakter. Bisa dibikin anonim juga kok ^_^.

Akhir kata, sampai ketemu di Paskah kita! GBU All!

Rabu, 07 April 2010

Jagalah Kekudusan (Ibrani 12:1-17)


Jagalah Kekudusan (Ibrani 12:1-17)
Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu.”(I Petrus 1:15)
Layaknya sebuah hukum, munculnya KEKUDUSAN dalam hidup kita dapat disebabkan oleh 2 hal:

·         de Jure
Tuhan Allah pencipta kita kudus, maka kita sebagai ciptaan-Nya pun diberi status “kudus”

·         de Facto 
     Secara fakta dan nyata, seharusnya kita segambar dengan Allah kita, kudus. Namun, pada kenyataannya, kita jauh dari kekudusan Allah. Maka ada istilah “kejarlah kekudusan”.

II Timotius 2: 14-26
Setiap seseorang yang akan pergi--apalagi pergi meninggalkan dunia ini--tak jarang akan menyampaikan pesan yang sangat penting. Begitu pula Paulus. Bahkan, dia menulis surat kepada Timotius di dalam penjara Roma. Paulus merasa penting menulis ini agar Timotius kuat menghadapi tantangan-tantangan yang menghadang di depan, yang harus dijalaninya tanpa bantuan Paulus lagi. Tentunya tantangan-tantangan tersebut akan semakin berat, misalnya  ajaran yang menyesatkan, omong kosong yang tidak suci, debat kusir yang mengacaukan orang yang mendengarnya.
Paulus mengajarkan Timotius untuk memberitakan pengajaran dengan kebenaran, dengan cara :
1.    Bertekun dan setia (ayat 11)
2.    Menyucikan diri dari hal yang jahat [dosa dan kenikmatan, perbuatan yang menyimpang] (ayat 21). Allah memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat dan mengenal kebenaran.
Menyucikan diri dapat kita analogikan dengan ilustrasi perabot rumah tangga yang terbuat dari emas dan perak. Perabot tersebut pasti digunakan untuk acara khusus dan pekerjaan yang mulia, dan itulah yang Paulus inginkan terjadi pada Timotius. Maka pada ayat 22 disebutkan Paulus menasihati Timotius untuk menjauhkan diri dari nafsu orang muda (menjaga diri dari dosa, menguduskan diri, nafsu kehormatan dan kedudukan)
Pesan itu pun berlaku untuk kita, meskipun konteksnya tentu berbeda dengan keadaan sekarang.
Beberapa alasan mengapa kita harus hidup kudus, yaitu karena kita:
·         Diampuni dengan ‘cuma-cuma’ oleh Allah
[Roma 6:1-3] bukan berarti karena setelah kita ditebus oleh Allah dan diampuni, kita bebas berbuat dosa lagi.
·         Dipersiapkan untuk pekerjaan mulia
Kita dipersiapkan Allah untuk pekerjaan mulia, maka kita pun harus menyiapkan diri untuk memenuhi persyaratan dalam menyiapkan pekerjaan tersebut.
·         Seharusnya kudus, seperti Allah kita yang kudus
Efesus 2:10 -Kita diciptakan untuk melakukan pekerjaan baik, karena Allah ingin kita hidup dalam pekerjaan tersebut. Meskipun tentunya ada saat-saat berat untuk menghadapinya, kita ditunutut untuk setia.
Meskipun kita belum mengetahui panggilan hidup kita, kita dapat mempersiapkan diri untuk rencana besar yang telah Tuhan rancangkan dengan hidup kudus dalam Tuhan.

Jumat, 02 April 2010

Jual-Beli

Suatu hari, sepulang gereja, seorang pendeta memutuskan untuk jalan-jalan di taman. Waktu jalan-jalan, dia berpapasan dengan seorang anak kecil yang sedang berjalan ke arahnya. Anak kecil itu kumal dan membawa sebuah sangkar burung di tangannya. Sangkar burung itu tampaknya tidak terawat, kotor dan bau; di dalamnya ada tiga ekor burung liar. Pendeta tidak tahu itu burung jenis apa, atau kenapa anak kecil itu menangkap burung-burung itu. Yang dia tahu hanyalah, sepertinya burung-burung itu bukan jenis burung kicau ataupun burung hias, jika dilihat dari bulu-bulu yang kotor dan suara yang kedengarannya biasa-biasa saja.

Penasaran, pendeta itu pun bertanya pada si anak, "Coy, ngapain bawa burung-burung gituan? Buat apa? Mereka bukan burung hias, kan?"

Anak itu nyengir sambil jawab, "Ah, Pak Pendeta. Saya cuma hobi aja nangkepin burung-burung liar dari taman."

"Terus, kalo udah sampe rumah, kamu apain burung-burung itu?" pendeta masih penasaran.

"Saya akan cabutin bulu-bulu mereka!" anak itu menjawab tanpa ekspresi. Pendeta tertegun.

"Saya suka dengar suara mereka waktu saya nyabutin bulu-bulu mereka. Suara burung kecil yang mencicit kesakitan. Hahaha... Saya suka lihat badan mereka yang kehabisan bulu. Biasanya sih kalo lagi mood, saya akan cabutin bulu mereka sampai habis, sampai gundul."

Pendeta itu terdiam sejenak. Dia berusaha mengerti apa yang ada di pikiran anak ini. Kenapa dia begitu menikmati penderitaan makhluk lain? "Lalu, kalo udah gundul, mereka kamu apakan?" pendeta berusaha memahami jalan pikiran anak itu.

"Oh, saya punya dua kucing di rumah, Pak Pen. Biasanya kalo sudah gundul, burung-burung itu saya lemparkan ke kucing saya. Lucu banget waktu liat kucing saya maenin burung-burung itu, sampai akhirnya mereka makan burung-burung itu. Memang kedengarannya sadis sih, tapi saya tidak menyiksa burung kok," anak itu masih nyengir.

"OMG WTF?!" pendeta itu terhenyak. Kenapa ada makhluk seperti ini? Seenaknya saja menyiksa makhluk lain. Pendeta merasa kasihan pada burung-burung itu. "Ah, Nak. Bagaimana kalau burung-burung itu buat Om aja? Kelihatannya asyik tuh buat peliharaan," pendeta berusaha negosiasi dengan anak itu.

"Buat apa, Pak Pen? Mereka kan kotor, bau, dan gak bisa apa-apa. Mereka cuma akan nyusahin Pak Pen aja kalo dijadiin peliharaan."

"Ah, gini deh. Pak Pen akan beli burung-burung itu, gimana?" pendeta itu mencoba merayu anak itu dengan sesuatu yang semua orang suka.

"Hmm... Boleh sih. Tapi 300 ribu ya, hehehehehe..." tiba-tiba iris mata anak itu berubah jadi ijo.

Pendeta itu tidak banyak berpikir. Dia langsung menyerahkan 300 ribu (coba bayangin kalo dibeliin gorengan dapat berapa ekor) ke anak itu. Deal. Sekarang burung-burung itu jadi milik Pak Pendeta. Pendeta meneruskan jalannya ke taman sambil membawa burung-burung itu beserta sangkarnya. Setiba di taman, dia melepaskan burung-burung itu.

"Hmphh..." keluhnya, "Pergilah dan jangan tertangkap lagi. Hiks... Masa buat kalian aku kehilangan 300 ribu sih? Gapapa deh. Itu bentuk kasihku ama kalian." -TAMAT-