Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Teknologi Bandung
Jumat, 02 April 2010
Jual-Beli
Suatu hari, sepulang gereja, seorang pendeta memutuskan untuk jalan-jalan di taman. Waktu jalan-jalan, dia berpapasan dengan seorang anak kecil yang sedang berjalan ke arahnya. Anak kecil itu kumal dan membawa sebuah sangkar burung di tangannya. Sangkar burung itu tampaknya tidak terawat, kotor dan bau; di dalamnya ada tiga ekor burung liar. Pendeta tidak tahu itu burung jenis apa, atau kenapa anak kecil itu menangkap burung-burung itu. Yang dia tahu hanyalah, sepertinya burung-burung itu bukan jenis burung kicau ataupun burung hias, jika dilihat dari bulu-bulu yang kotor dan suara yang kedengarannya biasa-biasa saja.
Penasaran, pendeta itu pun bertanya pada si anak, "Coy, ngapain bawa burung-burung gituan? Buat apa? Mereka bukan burung hias, kan?"
Anak itu nyengir sambil jawab, "Ah, Pak Pendeta. Saya cuma hobi aja nangkepin burung-burung liar dari taman."
"Terus, kalo udah sampe rumah, kamu apain burung-burung itu?" pendeta masih penasaran.
"Saya akan cabutin bulu-bulu mereka!" anak itu menjawab tanpa ekspresi. Pendeta tertegun.
"Saya suka dengar suara mereka waktu saya nyabutin bulu-bulu mereka. Suara burung kecil yang mencicit kesakitan. Hahaha... Saya suka lihat badan mereka yang kehabisan bulu. Biasanya sih kalo lagi mood, saya akan cabutin bulu mereka sampai habis, sampai gundul."
Pendeta itu terdiam sejenak. Dia berusaha mengerti apa yang ada di pikiran anak ini. Kenapa dia begitu menikmati penderitaan makhluk lain? "Lalu, kalo udah gundul, mereka kamu apakan?" pendeta berusaha memahami jalan pikiran anakitu.
"Oh, saya punya dua kucing di rumah, Pak Pen. Biasanya kalo sudah gundul, burung-burung itu saya lemparkan ke kucing saya. Lucu banget waktu liat kucing saya maenin burung-burung itu, sampai akhirnya mereka makan burung-burung itu. Memang kedengarannya sadis sih, tapi saya tidak menyiksa burung kok," anak itu masih nyengir.
"OMG WTF?!" pendeta itu terhenyak. Kenapa ada makhluk seperti ini? Seenaknya saja menyiksa makhluk lain. Pendeta merasa kasihan pada burung-burung itu. "Ah, Nak. Bagaimana kalau burung-burung itu buat Om aja? Kelihatannya asyik tuh buat peliharaan," pendeta berusaha negosiasi dengan anak itu.
"Buat apa, Pak Pen? Mereka kan kotor, bau, dan gak bisa apa-apa. Mereka cuma akan nyusahin Pak Pen aja kalo dijadiin peliharaan."
"Ah, gini deh. Pak Pen akan beli burung-burung itu, gimana?" pendeta itu mencoba merayu anak itu dengan sesuatu yang semua orang suka.
"Hmm... Boleh sih. Tapi 300 ribu ya, hehehehehe..." tiba-tiba iris mata anak itu berubah jadi ijo.
Pendeta itu tidak banyak berpikir. Dia langsung menyerahkan 300 ribu (coba bayangin kalo dibeliin gorengan dapat berapa ekor) ke anak itu. Deal. Sekarang burung-burung itu jadi milik Pak Pendeta. Pendeta meneruskan jalannya ke taman sambil membawa burung-burung itu beserta sangkarnya. Setiba di taman, dia melepaskan burung-burung itu.
"Hmphh..." keluhnya, "Pergilah dan jangan tertangkap lagi. Hiks... Masa buat kalian aku kehilangan 300 ribu sih? Gapapa deh. Itu bentuk kasihku ama kalian." -TAMAT-
Suatu hari, di taman Eden, waktu Tuhan lagi lihat-lihat kebun-Nya, Dia ketemu dengan Setan. Ada apa gerangan? Setan tampaknya gembira sekali, dia senyum-senyum sambil joget gak jelas gitu deh...
"Hai, Tuhan" sapa Setan.
"Hai juga, Setan. Kenapa kamu kelihatannya senang banget?" Tuhan menjawab Setan. Biasanya kalau Setan seneng, itu pertanda buruk.
"Aku lagi seneng nih. Akhirnya setelah beberapa ratus tahun, aku berhasil menguasai banyak manusia. Aku berhasil membuat mereka jadi mainanku," balas Setan.
"Mainan?" Tuhan tertegun.
"Iya. Aku jadiin mereka mainanku yang paling berharga. Aku rayu mereka, terus lihat apa yang terjadi ama mereka. Waw! Hasilnya sungguh menyenangkan. Mereka mencuri, berbohong, bercerai, membunuh, dan lain-lain... Ahahaha."
"Tuh kan..." pikir Tuhan, "Pasti ini berita buruk."
Lanjut Setan, "Aku suka melihat mereka menangis, menderita, saling melukai, dan lain-lain. Ahahaha, dan bagian yang paling menyenangkan adalah nantinya mereka akan nemenin aku di neraka." Mata Setan berkaca-kaca saking terharunya, "Akhirnya aku bisa punya teman juga nanti di neraka..."
Tuhan memendam emosi-Nya. Dia tahu, Setan sedang merencanakan sesuatu yang buruk pada manusia. Dia berkata pada Setan, "Eh, Set, gimana kalau Aku saja yang menangani mereka? Ntar kamu kerepotan lho menangani manusia sebanyak itu."
"Enak aja, Tuhan. Aku sudah susah-susah merayu mereka. Lagipula bukankah Kau memberiku kuasa untuk mencobai manusia hingga akhir dunia?" Setan meringis.
"OK deh. Aku akan beli mereka. Kamu mau minta apa dari-Ku?" Tuhan menahan kekesalan-Nya pada Setan.
"Ah, buat apa sih, Tuhan? Percuma, mereka hanya akan menyusahkan-Mu, menolak-Mu, meludahi-Mu, bahkan membunuh-Mu," jawab Setan santai.
Tuhan memelototi Setan. Setan jadi salting.
"Ya udah deh kalau begitu..." mata Setan seketika berubah menjadi api, "Aku ingin KAU MEMBAYAR DENGAN PELUH, AIR MATA, DARAH, DAN KEMATIANMU! HAHAHAHAHAHAHA!"
"Deal," jawab Tuhan tanpa pikir panjang, "35 tahun lagi aku akan membayar kontan jiwa mereka."
Gabriel datang. "Halo, Tuhan. Aku sudah dengar semuanya. Kedatangan-Mu ke Bumi akan kusiapkan segera."
"Oh, terima kasih, Gab, kau memang malaikat yang baik," Tuhan tersenyum. Akhirnya dia bisa melepaskan manusia dari Setan.
Dan begitulah... Dia turun ke dunia manusia, menjadi serupa dengan manusia, disusahkan, ditolak, diludahi, dan dibunuh oleh manusia. Di jam-jam terakhir kunjungan-Nya, Dia bahkan sangat direpotkan oleh dosa-dosa yang harus ditanggung-Nya. Ah... Tapi tidak apa-apa. Memang kalau udah cinta, nyawa pun gak ada artinya. Begitulah pada akhirnya, Dia bangkit pada hari Minggu, menepati janji-Nya untuk membebaskan manusia dari jebakan Iblis, dan menjadi Raja bagi manusia.
"Grr... Aku belum kalah, Tuhan," pikir Setan, "Aku akan terus menggoda mereka."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar