Rabu, 31 Maret 2010

Siklus Tahunan Sebuah Alkitab

JANUARI
Saat-saat yang bikin aku capek. Sebagian besar anggota keluarga memutuskan untuk menamatkanku dalam tahun ini. Hahaha... Khotbah Pak Pendeta saat ibadah awal tahun kemarin benar-benar mengena di hati mereka, apalagi Mira dan Tia. Mereka benar-benar membuatku sibuk selama 3 minggu pertama, namun sekarang mereka sudah melupakan aku. Ah, syukurlah, aku bisa istirahat beberapa hari.

FEBRUARI
Waktu pembersihan. Kemarin aku dilap dan dikembalikan ke rak buku, ditempatkan di dekat hiasan salib dari karton. Minggu lalu, Ayah membuka halaman-halamanku selama beberapa menit. Ia bertengkar dengan seseorang dan mencari-cari beberapa ayat acuan untuk membuktikan bahwa dirinya benar. Hmm...

MARET
Aku sibuk sekali pada tanggal 20 bulan ini. Ibu, sebagai ketua regu choir, diminta memberi sambutan dalam sebuah acara di gereja. Sepulang acara itu, ada sebuah pembatas Alkitab cantik yang menemaniku.

APRIL
Kakek datang! ^_^ Ia memangku aku selama setengah jam untuk membaca 1 Korintus 13. Tampaknya ia lebih mempedulikanku daripada orang-orang lain di rumah ini.

MEI
Ada beberapa noda kehijau-hijauan di halaman-halamanku. Mereka memanfaatkanku untuk menjepit beberapa kuntum mawar. Aku tidak tahu bunga-bunga itu dari acara apa, karena aku ditutup selama acara. Dari yang kudengar sih, ini acara pernikahan Mira dan Roy.

JUNI
Berat sekali! Waktu aku bangun, entah kenapa ada buku Kalkulus besar di atasku. Aaaaahh! Kenapa sih buku yang besar gak ditaruh di bawahku? Aku sendiri jadi ngerasa gak enak waktu buku Kalkulus itu minta maaf.

JULI
Mereka memasukkanku ke dalam koper. Kurasa kami akan pergi berlibur. Aku sebenarnya lebih senang tinggal di rumah. Aku tahu kalau aku akan tinggal di dalam kopor selama... yaah... 2 minggu lah.

AGUSTUS
Sudah lebih dari 3 minggu. Tahun-tahun lalu hanya 2 minggu, bahkan kurang. Ada beberapa baju baru di sebelahku. Mereka bilang mereka dari Jogja.

SEPTEMBER
Akhirnya mereka mengeluarkanku dan mengembalikanku ke rak buku. Sekarang aku punya banyak teman. Dua majalah game dan sekitar 10 Intisari ditumpuk di sampingku. Aku berharap aku dibaca sesering mereka.

OKTOBER
"Kiranya Firman Tuhan ini dapat menjadi penuntun hidup dan pembimbing kita," doa Ayah saat memegangku. Mereka membacaku sebentar hari ini. Tia sakit. Saat ini aku duduk tepat di tengah meja makan. Kurasa Pak Pendeta akan datang untuk jenguk Tia tidak lama lagi.

NOVEMBER
Kembali ke tempat semula. Ibu hampir saja salah ambil, dia kira aku ini kamus bahasa Inggris. Hahahaha...

DESEMBER
Keluarga ini sibuk mempersiapanku menjelang hari Natal. Kurasa aku akan dibungkus kertas kado lagi... Seperti yang selalu terjadi setiap Natal. Ah, siklus tahunanku sepertinya akan terulang lagi deh...

Senin, 22 Maret 2010

Update! Update!

Hai Children of God semuanya! Kini pelayanan maya PMK ITB makin luas, merambah area-area yang tidak tersentuh sebelumnya. Kini, kami punya akun Twitter, di /pmkitb. Pastikan kalian update terus ya! Oh iya, kini juga dibuka halaman khusus buat setiap LP, supaya blog ini juga dapat ngasih tautan ke situs/akun FB/blog masing-masing LP. Ingetin temen-temen kalian buat tetap ngikutin update blog PMK ITB ya!

Juga, jangan lupa buat jadi penggemar grup FB PMK ITB, di sini.


SOLI DEO GLORIA!

Kamis, 18 Maret 2010

Sejarah Bangsa dan Kristen Garam

Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah bangsanya. Kata-kata ini pernah menegurku. Aku mengaku kepada seorang sahabat kalau aku sudah lupa sejarah. Pantas saja bangsaku, Indonesia, tidak menjadi bangsa yang besar. Rupa-rupanya orang-orang seperti aku-lah yang memenuhi sebagian besar nusantara ini.

Pikiranku mulai menelusuri ulang ke masa-masa ketika aku harus mempelajari sejarah yang hanya mengedepankan apa peristiwanya apa, kapan terjadinya, siapa saja yang terlibat, dan lain-lain. Kesemuanya kuanggap sebagai hapalan dan pengetahuan umum biasa. Tidak lebih. Pemikiran akan detail-detail yang cenderung bersifat hafalan telah memenuhi ruang-ruang sel otak dan menyebabkannya penuh. Tidak ada lagi ruang untuk pembelajaran dan teladan sejarah.

Pembelajaran berarti memetik nilai-nilai dari suatu hal untuk menjadi modal baginya dalam menghadapi hal lain di depan. Tujuannya tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Dahulu bangsa kita dijajah karena kebodohan. Sekarang sistem pendidikan masih jauh dari baik. Di manakah pembelajaran itu? Dahulu bangsa kita dikenal sebagai bangsa pemalas. Sekarang makin parah dengan lahirnya generasi serba instan yang lebih suka jadi pengikut tren dibanding pencetus tren. Pembelajaran tampaknya telah menjadi hal yang terlupakan.

Begitu juga tokoh-tokoh pejuang nasional terlupakan. Teladan mereka masih kalah pamor dibanding artis-artis yang tidak punya pengaruh baik. Siapa orang yang tidak kenal dengan Peter Pan? Tetapi, jika orang yang sama ditanyakan apakah dia mengenal Robert Wolter Monginsidi, atau John Lie tampaknya dia akan berpikir sangat lama untuk menjawab. Teladan perjuangan para pejuang seyogyanya tidak dianggap sepele. Kita malah seharusnya merasa malu kepada mereka yang telah berbuat banyak untuk bangsa dan negaranya. Alih-alih berbuat, peduli saja kita tidak. Sungguh menyedihkan. Bagi sebagian besar orang, sikap peduli terhadap bangsa menjadi bagian terpisah dari kehidupan. Orang-orang seperti ini tidak sadar tanah siapa yang dipijaknya dan air siapa yang diminumnya. Dan jika itu pun tidak disadarinya, bagaimana pula ia sadar langit siapa yang harusnya dijunjungnya?

Orang Kristen, secara tidak langsung juga membangun tembok terhadap kebangsaan. Kecintaan akan Tuhan sebaiknya juga berbuahkan kecintaan akan bangsa dan negara. Bukan sebaliknya, hanya sibuk dengan urusannya sendiri, gerejanya sendiri, pelayanannya sendiri, seolah-olah menjadi hal yang terpisahkan. Bukan demikian kehendak Tuhan bagi kaum Kristen Indonesia yang seharusnya menjadi garam dunia.

Belum lama ini aku mengenal istilah Kristen gincu. Istilah ini digunakan seorang penulis untuk merujuk kepada kehadiran Kristen yang penuh gembar-gembor, seperti gincu yang bisa membuat segelas air berwarna merah, tapi tidak mengubah rasa. Kontrasnya adalah Kristen garam yang kehadirannya membawa nilai-nilai Kerajaan Allah secara nyata, mencegah pembusukan nilai‐nilai di masyarakat, tanpa perlu membawa label‐label Kristen. Hasilnya adalah nama Tuhan dikenal, dipermuliakan dan disembah melalui hidup yang seutuhnya diabdikan kepada Allah dan sesama.

Jikalau begitu adanya, sejarah bangsa ini bukan lagi hanya sekedar bercerita tentang suatu peristiwa, siapa yang terlibat dan lain-lainnya, namun lebih penekanan tentang pergerakan nyata dari sekelompok orang yang menamakan dan berlaku sebagai Kristen garam, Kristen Indonesia.

Rabu, 17 Maret 2010

Keintiman dengan Allah: Kunci Keberhasilan Sejati

Coba pikirkan tentang segala hal menyenangkan yang mungkin nantinya akan kita raih. Dari sekian banyak hal yang baik-baik tersebut, coba pilih salah satu yang paling menggambarkan keberhasilan kita sebagai manusia. Apa itu?

Setiap orang akan memiliki jawaban yang berbeda tergantung cita-cita dan harapan masing-masing. Keberadaan harapan-harapan itu akan membuat setiap pribadi yang menginginkannya terus berusaha dan bekerja keras lebih daripada usahanya untuk mendapatkan hal lain. Banyak hal yang akan dicoba, mulai dari hal-hal kecil sampai hal-hal yang sangat menyita banyak waktu, tenaga, dan dana. Semua orang berpikir, ”Asal aku bisa mendapatkannya, tidak apa-apa aku melakukan semua ini sekarang.”

Nah, sekarang kita berbicara mengenai kekristenan. Apa standar keberhasilan dari seorang pengikut Tuhan? Apa yang menjadi patokan dan parameter untuk kita dapat mengatakan bahwa diri kita berhasil di dalam kehidupan kekristenan ini? Apakah saat orang tersebut telah melakukan pelayanan yang luar biasa? Apakah ketika seseorang telah menjadi pemimpin pujian, pemain musik, pembicara, orang tersebut bisa dikatakan sukses? Apakah ketika seseorang memiliki sebelas orang murid dia dapat dikatakan sukses?

Tema SLT kita kali ini adalah Pemimpin yang Berbuah. Apa yang dikejar oleh setiap peserta adalah cara untuk menjadi seorang pemimpin yang memiliki buah, yang merupakan tindakan pemuliaan Tuhan (Yoh. 15: 8). Bagaimana cara untuk bisa menjadi pemimpin yang berbuah itu?

Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (Yoh.15: 4)

Salah satu ayat yang merupakan bagian dari perikop tema SLT kita tahun ini telah menuliskan cara agar seorang pemimpin dapat berbuah: tinggal di dalam Tuhan.

Kata “tinggal” bukanlah sekedar bermakna “singgah” atau “berteduh”, melainkan “menetap” dan “berada di tempat yang sama.” Jadi tinggal di dalam Tuhan bukanlah tindakan memanggil Tuhan di saat kita memerlukan, bukan juga tindakan rutin mengikuti ibadah, persekutuan, dan persekutuan doa. Tinggal di dalam Tuhan memiliki arti yang lebih mendasar lagi. Tinggal di dalam Tuhan berarti kita sebagai pribadi berada bersama Tuhan yang juga merupakan Pribadi yang abadi. Hal ini juga berlaku sebaliknya. Saat kita percaya, Roh Tuhan akan masuk ke dalam diri kita dan akan terus berada di dalam kita. Permasalahannya sekarang adalah apakah kita mau terus tinggal di dalam Tuhan.

Tindakan tinggal di dalam Tuhan menyangkut dua hal mendasar di dalam kehidupan Kristen, yaitu “saat teduh” dan “berdoa.” Kedua tindakan ini adalah tindakan dasar tetapi wajib dilakukan di dalam proses menetap di dalam Tuhan.


1. Saat Teduh
 Hosea 6:6 berbunyi, ”Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih daripada korban-korban bakaran.” Hal yang terpenting di dalam hidup adalah memiliki pengenalan akan Allah yang terus-menerus menuju kepada kesempurnaan. Mengapa kita harus melakukan saat teduh dan mengenal Allah?



Di zaman Perjanjian Lama, kita masih menjumpai cara komunikasi Tuhan dengan nabi-nabi yaitu Allah secara langsung menampakkan diri kepada manusia atau langsung memperdengarkan suaranya tetapi sekarang cara Yesus berbicara langsung kepada kita adalah melalui Alkitab yang merupakan Firman Yang Hidup. Perkataan Tuhan baik secara langsung maupun secara tidak langsung melalui orang-orang yang dipakainya telah dicatat di dalam Alkitab. Jadi, cara terbaik bagi kita untuk mendapatkan pemahaman yang dari Tuhan adalah dengan membaca dan merenungkan firman-Nya yang ada di Alkitab.

Saat teduh adalah hal yang harus dilakukan secara rutin tiap hari. Teladan Yesus mengajarkan kita tentang bimbingan Allah yang kita dapatkan melalui waktu-waktu tenang bersama Tuhan. Begitu banyak perintah, larangan, dan janji Tuhan yang menjadi tuntunan kita dalam menjalani kehidupan kita. Kita sebagai orang-orang percaya dituntut untuk mengetahui firman itu dan menerapkannya di dalam kehidupan kita.

Di dalam kehidupan keseharian kita, begitu banyak keputusan-keputusan yang harus kita ambil dan sebagai pemimpin rohani, kita dituntut untuk dapat mengambil keputusan yang benar yang bisa memberikan dampak di lingkungan kita. Ketika kita tidak rutin memiliki waktu pribadi dengan Tuhan dan merenungkan perkataan-Nya yang terdapat di dalam Alkitab, maka kemungkinan besar kita akan mengambil pilihan-pilihan yang salah yang akan semakin menjauhkan kita dari posisi pemimpin rohani tersebut. Jadi, kehilangarahan hidup kita adalah hasil dari kurangnya waktu intim dengan Tuhan sehari-hari.

Keintiman sangat dibutuhkan di dalam kehidupan saat teduh kita. Ketika seseorang berteman dengan seorang yang lain, pengenalan orang itu akan temannya akan semakin baik bila dia semakin intim dengan temannya tersebut. Bila dia hanya sekedar tahu dan tidak mengenal dengan intim, maka yang didapatkan hanya pengenalan seadanya, ”Yah, dia orangnya rajin, pintar, baik, penurut.” Namun, bila mereka intim, maka yang ditemukan adalah komunikasi yang intim juga sehingga pengenalan seseorang dapat berujung pada, ”Dia orangnya perhatian, bahkan sangat mau menjadi capek untuk orang lain, dia tidak suka ditraktir tapi maunya mentraktir orang, dia tidak suka dengan ular, tapi sayang sama kucing, dan dia senang sekali buku-buku humor tapi gak suka novel cinta.” Jadi jika kita intim dengan Tuhan, maka kita akan mendapatkan pengenalan yang baik dan benar akan Tuhan sehingga hidup kita akan memiliki dasar yang benar dan memiliki arah yang jelas.

2. Berdoa

Hal lain yang tidak kalah penting dalam tindakan tinggal di dalam Tuhan adalah berdoa. Doa dianalogikan sebagai nafas hidup orang Kristen. Seperti layaknya manusia tidak dapat hidup tanpa nafas, seperti itu jugalah manusia Kristen tidak dapat menjadi seorang Kristen tanpa berdoa. Berdoa ialah komunikasi dengan Tuhan. Komunikasi berbicara tentang interaksi dua arah, kita ke Tuhan dan Tuhan kepada kita manusia.

Seperti halnya seorang teman yang berbicara dan berkomunikasi dengan temannya, maka semua hal dapat dibicarakan. Seperti itu juga ketika kita berkomunikasi kepada Tuhan. Doa atau komunikasi dengan Tuhan secara umum menggambarkan kebergantungan mutlak seorang manusia kepada Tuhannya. Ketidakmampuan kita sebagai manusia membuat kita selalu akan berhubungan dengan Tuhan yang merupakan pencipta kita.

Tuhan berkata di dalam Lukas 11: 9, ”Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Inilah janji Tuhan kepada kita anak-anak-Nya. Setiap hal yang kita perlukan, yang kita mau, dan yang kita gumulkan, katakan saja kepada-Nya. Dialah Tuhan kita, yang menciptakan kita, yang mahatahu apa yang kita perlukan. Janji-Nya adalah ketika kita meminta, maka kepada kita pasti akan diberikan.

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”. Tuhan juga menginginkan kita berbicara apa saja kepada-Nya, kekhawatiran maupun ucapan syukur. Tidak ada batasan apapun dalam berdoa, Tuhan selalu ingin kita berkomunikasi dengan-Nya.

Di dalam Yohanes 15: 5, Yesus menganalogikan diri-Nya sebagai pokok anggur dan orang-orang percaya sebagai ranting-rantingnya. Apapun hal yang dilakukan si ranting, sebaik apapun ranting itu tumbuh, bila ranting itu tidak melekat kepada pokok itu, maka ranting itu akan mati. Sama seperti ranting itu, maka kita sebagai orang percaya juga tidak boleh tidak melekat pada Tuhan yang merupakan pokok anggur itu. Konsekuensi dari tidak tinggal di dalam Tuhan adalah tidak dapat menghasilkan buah.

Bayangkan apa yang akan terjadi kepada kita tanpa Tuhan. Bayangkan bila kita tidak mau tinggal di dalam Tuhan. Kita akan hanya menjadi ranting yang dibuang dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang lalu dibakar ke dalam api. Apa jadinya bila kita yang mengaku pemimpin yang berbuah tidak mau tinggal di dalam Tuhan? Yang ada hanyalah perkataan dan tidak ada faedahnya sama sekali. Jadi, mari tetap tinggal di dalam Tuhan dengan menjaga kedisiplinan kita di dalam saat teduh dan doa-doa kita.

This is to my Father’s glory, that you bear much fruit,
showing yourselves to be my disciples.

Senin, 15 Maret 2010

Berjalan dengan Tuhan (12 Maret 2010)

Yesaya 48:18

Ada perbedaan antara jemaat sekarang dengan jemat mula-mula, khususnya pada iman. Dulu iman sebesar biji sesawi saja dapat memindahkan gunung, namun sekarang iman sebesar gunungpun tak mampu untuk memindahkan biji sesawi. Iman kita sekarang sangat berbeda dengan iman kita dulu. Iman adalah pokok anggur. Iman yang besar adalah iman yang digantungkan pada pokok anggur, yaitu Tuhan Yesus. Kita sendiri adalah buah-buah yang berada pada pokok anggur dan kita tidak dapat berbuah jika tidak bergantung pada pokok anggurnya. Padahal tujuan pokok anggur diciptakan adalah untuk berbuah, bukan sebagai tanaman yang sedap untuk dipandang. Orang Kristen sekarang lebih condong kepada keindahan pokok anggur daripada buah pokok anggur tersebut. Misalnya pada acara Natal, pandangan yang salah bila kita lebih mengutamakan acara yang indah, yang glamor dan sebagainya. Bila acara itu tidak berbuah sesuatu yang berguna bagi banyak jiwa, hal ini disebabkan oleh keindahan yang sangat susah untuk ditiadakan dalam segala hal. Oleh karena itu, jadilah orang Kristen yang bukan hanya mementingkan keindahan, namun lebih mengutamakan buah bagi sesama.

Kebanyakan mahasiswa ITB menganggap bahwa karir pelayanan yang baik, menjadi ketua dalam unit, melakukan segala perbuatan baik akan membawa sukses di masa depan. Akan tetapi belajar di ITB seharusnya menjadi belajar yang berkelanjutan. Belajar itu seharusnya adalah proses yang dilakukan seumur hidup. Seringkali kita menganggap bahwa cita-cita kita adalah panggilan hidup kita. Contohnya kita begitu berharap menjadi orang terkaya di Indonesia. Hal itu tentu boleh-boleh saja, tetapi jangan sampai cita-cita itu memperbudak kita sendiri. Jika kita semakin mengejar cita-cita tersebut, tidak untuk kemuliaan nama-Nya, maka cita-cita akan terasa semakin sulit untuk digapai. Seberapa besar porsi yang diberikan Tuhan Yesus, itulah yang seharusnya kita kerjakan dan perjuangkan dalam nama-Nya. Tuhan merencanakan segala sesuatunya indah bagi kita semua.

Panggilan kita adalah melakukan apa yang tidak dapat kita lakukan dalam hidup kita. Tentu hal itu akan menjadi hal yang sangat sulit untuk dikerjakan. Oleh karena itu kita butuh Allah yang menolong kita melakukan panggilan itu dan turut berjalan serta-Nya. Caranya adalah belajar untuk menikmati Allah, artinya melibatkan Allah dalam setiap hidup kita. Tempatkanlah Tuhan di tempat yang pertama dan akan membuat kita hidup lebih bersungguh-sungguh dari hari ke hari. Belajar bukan untuk mendapatkan nilai sebaik-baiknya, tapi biarkan nilai itu menjadi pertanggungjawaban kepada Tuhan sehingga nilai itu bisa menjadi berkat bagi banyak jiwa. Amin.

Jumat, 12 Maret 2010

Kipas Kristal

Tulisan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan alat yang digunakan orang-orang untuk menyejukkan diri. Apalagi dengan struktur yang berdensitas lebih besar dari struktur amorf yang telah memusingkan kepala banyak orang. Tulisan ini murni mengenai orang Kristen. Mengapa tentang orang Kristen? Karena sekarang adalah waktu yang tepat untuk membahasnya: Natal.

Natal adalah suatu hal yang lazim dikaitkan dengan pohon natal, ibadah gereja, kandang domba, lampin, palungan, orang-orang Majus. Suatu perayaan besar akan lahirnya seorang bayi, Juruselamat dunia. Setiap orang menunggu-nunggunya, setiap orang merayakannya, setiap orang sibuk mencari-cari hadiah, sibuk mengikuti ibadah-ibadah natal dan perayaannya di banyak gereja. Semua orang bersukacita, bahkan Tuhan pun tersenyum melihatnya. Benarkah?

Kebanyakan orang mungkin memiliki euphoria yang tinggi terhadap natal. Namun, tidak semua orang seperti itu. Banyak orang yang mungkin tiap-tiap harinya bergumul tentang apa yang akan dilakukannya untuk keberlangsungan hidupnya, banyak juga yang sedang berduka dan tidak memiliki siapa-siapa untuk merayakannya di saat begitu banyak orang di tengah kelimpahannya bisa mengeluarkan uang yang besar untuk merayakan dan menikmati indahnya natal. Pertanyaannya sekarang adalah, sebenarnya apa esensi dari natal itu sendiri?

Natal bukanlah suatu perayaan, melainkan wujud Kasih Kristus yang nyata bagi manusia. Di dalam pemikiran manusia, Natal adalah suatu keindahan. Tetapi jika saja kita mau melihat kembali apa yang terjadi pada hari kelahiran itu, di situlah kita boleh mengerti betapa butuh perjuangan keras dan ketotalan dalam memberi dari orang-orang pilihan Allah agar benar bahwa kita boleh merayakannya sekarang. Wahyu pasal 12 jelas-jelas memaparkan suatu kejadian nyata pada masa kelahiran yang betul-betul menyeramkan dan sangat menakutkan bagi manusia.

Kelahiran bukanlah suatu tujuan Allah, melainkan kematian di kayu salib sebagai penebusan. Bahkan hari Jumat Agung dan Paskah pun sudah diramaikan dengan segala pesta dan hadiah-hadiah. Padahal apa yang sebenarnya terjadi pada saat itu adalah suatu derita yang luar biasa bagi Anak Manusia. Derita yang memungkinkan kita sekarang untuk merayakan ini semua dan beroleh Kasih Karunia itu. Orang-orang Kristen telah kehilangan esensi dari Natal itu sendiri. Semua orang telah sibuk dengan dirinya sendiri, meningkatkan eksistensi dirinya di dalam segala bentuk perayaan-perayaan. Tidak lagi melibatkan Allah di dalam segala perayaan-perayaan itu apalagi di dalam kesehariaannya. Padahal kalau kita mau sadari dan akui, Natal itu sendiri adalah merupakan hari ulang tahun dari Yesus itu sendiri.

Tetapi orang-orang yang mengaku adalah pengikut-Nya malah tidak melibatkan-Nya sama sekali di dalam hari jadi-Nya. Sungguh ironis apa yang terjadi sekarang. Sebagai orang Kristen yang benar dan bertumbuh di dalam iman, kasih adalah sesuatu yang harusnya kita tonjolkan di dalam Natal ini. Menonjolkan kasih sama dengan menonjolkan Kristus yang merupakan Kasih yang sempurna itu. Banyak hal yang bisa kita lakukan, melihat orang-orang di jalanan, mengunjungi panti asuhan, memberikan sumbangan. Hal-hal itu mungkin terlalu ekstrem, tapi masih mungkin dilakukan. Tidak harus hal-hal demikian, berkunjung ke tempat teman yang sedang tidak bersama keluarga, share bersama tentang Natal, makan bersama, memberikan ucapan kepada orang-orang sekitar kita, saling mendoakan, saling mendukung mungkin adalah cara-cara yang bisa kita lakukan untuk boleh menyikap natal dengan benar. Jadi jangan sekali-kali menyingkirkan diri Yesus dari dalam diri kita, jangan halangi Dia bekerja dalam diri kita, jangan sampai di hari ulang tahun-Nya kita yang bekerja sendirian. Jadi masih adakah tempat bagi Yesus di dalam diri kita? Ataukah kita mau mengulangi situasi dimana Yusuf dan Maria tidak mendapatkan tempat untuk kelahiran kecuali di kandang domba? Tidak maukah kita memberikan tempat bagi Yesus di hati kita? Jika kita memang mau bertumbuh di dalam-Nya, maka natal ini akan luar biasa karena hanya menyangkut tentang Dia dan bukan kita.

Terakhir sekali. Penasaran mengapa judul tulisan ini “Kipas Kristal?”. Ini adalah singkatan dari “Kristen Paskah dan Kristen Natal” yang merupakan fenomena yang kita lihat sekarang. Jadi jangan sampai fenomena ini menjadi benar di dalam diri kita dan lingkungan kita. Apalagi bila kita memikirkan hal ini sampai berkeringat dan menyejukkan diri dengan sbuah kipas kristal yang sesungguhnya. Hohoho.

^.^

CLU
-smiles 4 u-

Sabtu, 06 Maret 2010

You Have a Call! (19 Februari 2010)

Dari Injil itu aku telah menjadi pelayannya menurut pemberian kasih karunia Allah, yang dianugrahkan kepadaku sesuai dengan pengerjaan kuasa-Nya.
(Efesus 3:7)

Surat dari Paulus kepada jemaat di Efesus, ada tiga hal yang penting dan patut digarisbawahi, yakni kata “Injil”, “pelayan”, dan “anugerah”. Bila kita membuka Efesus 2 :8-9, tertulis “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”. Melalui ayat tersebut, disebutkan bahwa anugerah merupakan pemberian Allah.
Alasan Paulus menganggap panggilan melayani sebagai anugerah antara lain tertulis dalam Efesus 3:7 yang tertulis “Dari Injil itu aku telah menjadi pelayannya menurut pemberian kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku sesuai dengan pengerjaan kuasa-Nya.”, dan juga Efesus 3:8 “Kepadaku, yang paling hina di antara segala orang kudus, telah dianugerahkan kasih karunia ini, untuk memberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi kekayaan Kristus, yang tidak terduga itu,”
Melayani merupakan tugas seorang pelayan, dan seorang pelayan memiliki tugas yang sangat berbeda dengan tuannya. Pelayan dipilih oleh tuannya dan bertugas untuk melayani dan menyenangkan hati tuannya. Pelayan tentunya akan medapat reward dari tuannya, seperti yang tertulis dalam Kolose 3:23-24 “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.”
Ada beberapa kemungkinan sikap hati manusia saat dipanggil untuk melayani. Ada yang menolak dengan alasan enggan, menganggapnya sebagai beban, dan merasa tidak pantas. Namun, di balik semua itu, tentunya masih banyak orang yang rela melayani dengan senang hati, meskipun mereka juga menemukan berbagai hambatan tersendiri. Kita bias melihat beberapa contoh tokoh di alkitab seperti Musa yang tidak pandai berbicara dan merasa minder, Yunus yang enggan melaksanakan perintah-Nya, Daud yang merupakan raja yang sibuk, dan juga Petrus yang seorang nelayan di mana ia juga pernah menyangkal Yesus.

PENERAPAN
Apakah Anda menyadari bahwa saat ini Allah memanggil Anda untuk melayani Allah?

Hal apa yang dapat Anda lakukan untuk meresponi panggilan Allah untuk melayani-Nya?